Pada masa remaja baik laki-laki maupun perempuan pasti mengalami fase pubertas. pada fase inilah, banyak terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun organ dalam yang akan mempengaruhi emosi dan juga perkembangan fisiknya. Pada laki-laki, terjadi perubahan drastik seperti cara bicara, cara berjalan, cara berpakaian, ada keinginan untuk terlihat macho sebagai laki- laki yang gagah. Sedangkan pada perempuan, perubahan perilaku ditunjukkan dengan kepedulian terhadap penampilan fisik yang semakin jeli, dan adanya keinginan untuk menjadi lebih cantik juga lebih tinggi.
Karena itulah, remaja seringkali menentukan "keberhargaan diri" nya dengan menilai penampilan fisik. Hal itu disebabkan karena adanya kecenderungan berpikir bahwa dirinya merupakan pusat perhatian orang- orang di sekelilingnya dan akan dinilai oleh orang lain. sehingga mereka pun semakin memperhatikan penampilannya, mereka seringkali menghabiskan waktunya untuk "berdandan" dan bereksplorasi mencari gaya yang unik untuk ditampilkan.
Namun, ada sebuah riset yang dilakukan oleh Dosen Psikologi Universitas Islam Bandung (UNISBA) berkerja sama dengan UNICEF menunjukkan bahwa anak-anak perempuan di Jawa Barat lebih bahagia ketimbang anak laki-laki.
Fenomena tersebut bisa disebabkan karena dua hal. pertama, tuntutan anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. kedua, anak laki-laki cenderung berkomunikasi lebih sedikit daripada anak perempuan.
Berdasarkan stereotip yang tercipta di masyarakat, kecenderungan anak laki-laki dibesarkan untuk menjadi mandiri, kuat, agresif, berhasil, tanggungjawab, dan dapat mengendalikan emosinya dengan alasan bahwa anak laki-laki akan menjadi pemimpin pada saat dewasa kelak. Orang tua pun cenderung lebih memedulikan bagaimana perasaan anak perempuan daripada anak laki-lakinya. Ketika anak perempuan merasa sedih, orangtua akan bersikap lebih lembut penuh kasih sayang. Sedangkan anak laki-laki dipaksakan untuk selalu kuat meski mereka sedang merasa sedih. Tangis anak laki-laki kerap dicap bentuk kelemahan. Label seperti itu membuat mereka jadi pintar menyembunyikan perasaannya. Mereka merasa malu dan takut dianggap cupu jika menunjukkan kesedihanya. Pada akhirnya anak laki-laki tak bisa berkomunikasi dengan baik yang menyebabkan intensitas komunikasi antara anak laki-laki dan orang tuanya lebih sedikit. Tak heran mereka terkadang sulit untuk mengungkap apa yang dirasakannya dan seringkali mereka tidak dapat memberitahu orang tuanya karena mereka bingung memilih kosakatanya dan merasa mereka tidak tahu alasan perasaannya.
Mungkin dua alasan itulah mengapa tingkat kebahagiaan anak perempuan lebih tinggi ketimbang anak laki-laki.
Komentar
Posting Komentar