Tampaknya langit akan segera menurunkan hujan. Lihatlah awan-awan bergumul begitu gelap dan hitam ditemani suara gemuruh. Aku berjalan dan terus berjalan berharap menemukan sebuah warung yang menjual kacang hijau, namun usahaku ternyata tak membuahkan hasil. Aku tak menemukannya. Rintik hujan pun mulai berjatuhan yang tak lama mengguyur bumi dengan begitu derasnya. Aku berlari menuju rumah dengan pakaian yang basah kuyup.
Sore itu, seharusnya aku bersiap pergi mengikuti DAD bersama peserta lainnya. Tetapi aku masih saja bergelut dengan suara ketikan keyboard laptopku untuk menyelesaikan tugas kuliahku. Tanpa disadari aku melewatkan waktu berkumpul. Beruntungnya teman serumahku, Nurul masih berada di perjalanan dan kebetulan ia pun belum menyiapkan barang bawaannya. Disitulah aku memanfaatkan waktu yang tersisa untuk bersiap-siap sambil menunggunya datang.
Tak lama ia datang, dan bergegas bersiap-siap sambil menunggu immawan yang akan segera datang menjemput kami. Kukira datang dengan dua motor, ternyata hanya satu. Dan aku menyuruh temanku untuk pergi berasamanya. Sementara aku harus menunggu seseorang yang akan menjemputku, duduk di depan pintu sambil menatap layar handphone.
Lama ku menunggu dengan perasaan risau akhirmya seseorang itu datang menjemputku, namanya Teh Qiya. Ia langsung membawaku melaju menuju sekre IMM, dan terlebih dahulu mampir ke POM bensin untuk mengisi bahan bakar.
Sesampainya di sekre ternyata hanya ada beberapa orang panitia dan juga peserta yang tertinggal rombongan. Akhirnya aku dan yang lainnya berangkat menggunakan motor, aku nebeng sama teh Qiya. Sungguh sore itu, lalu lintas sangat padat merayap. Kita yang tidak tahu arah jalan dan tiba-tiba kehilangan jejak motor yang lain, akhirnya kelimpungan. Kita coba pakai Google Maps ternyata agak-agak error. Membuat kita kebingungan kemana arah yang harus kami lalui. Dan akhirnya kita memutuskan putar balik, untuk mengambil arah menuju Sapan, Majalaya.
Kidung malam mulai mentutupi langit senja dibarengi dengan rintik hujan yang semakin lama semakin deras. Kami menyisi ke pinggir jalan raya untuk memakai jas hujan, lalu kami bergegas melanjutkan perjalanan. Namum, jas hujan itu tak bisa mengamankan diriku dari derasnya air hujan. Dunia gelap dan berangin, berhembus menggetarkan tubuhku. Aku menggigil di atas jok motor. Dan semua jalan yang kami lalui terasa asing dan mencekam.
Benar saja kami tersesat, kami yang kebingungan memilih putar balik. Yang akhirnya kami menemukan jalan yang yang semestinya dilalui. Samakin kami menyusuri jalan tersebut. Hujan deras yang mengguyur membuat beberapa ruas jalan terkepung banjir, sejumlah petak sawah pun terendam banjir seperti kolam. Tampak sejumlah kendaraan bermotor mencoba menerjang banjir yang cukup dalam namun akhirnya mogok dan terjebak pun ada beberapa yang memilih putar balik. Kami yang tadinya mau nekat terobos banjir lebih memilih putar balik. Turun dari motor lalu menuntunnya dan bergegas untuk pulang ke rumah karena baju sudah basah kuyup juga hari semakin malam. Kami memutuskan untuk pergi keesokan harinya.
Hari ini cerah, langit memancarkan sinar mentarinya bercampur dengan aroma hujan yang semalaman mengguyur bumi. Kami berangkat hanya berdua saja, aku dan teh Qiya. Menggunakan Gurob alias Grab. Terlukis wajah driver yang nampaknya ragu-ragu, di saat kami meminta untuk pergi melalui jalan Rancaekek bukan Majalaya namun seolah-olah biasa saja. Kami pun bergegas untuk pergi.
Mentari bersinar sangat terik, angin berhembus seperti kentut, eh. Kendaraan berjejer memenuhi bahu jalan. Maju tak bisa, mundur pun tak bisa. Menimbulkan perasaan kesal yang menggebu-gebu mengharuskan aku untuk senantiasa bersabar. Terlihat jelas mimik wajah juga gerak-gerik driver yang mulai menggerutu. Membuat kami berdua tak enak hati dan kebingungan harus bagaimana. Akhirnya kami meminta immawan untuk menjemput kami berdua.
Komentar
Posting Komentar